Selasa, 03 Oktober 2017

Mengenal Pahlawan Cilik Ade Irma Suryani Nasution

Hello good millennial, jumpa lagi di blogger joeshapictures tema hari ini adalah tentang "Mengenal Pahlawan Cilik Ade Irma Suryani Nasution" penasaran, yuk kita baca !

Setiap kali bercerita atau mendengar kisah tentang tragedi berdarah G30S/PKI, yang menewaskan tujuh jenderal terbaik di zaman itu, yang kini menjadi pahlawan revolusi, kita selalu ingat tentang Ade Irma Suryani, anak dari Jenderal Besar AH Nasution.

Ia adalah pahlawan mungil nan cantik milik bangsa ini yang kena peluru Cakrabirawa yang datang hendak menangkap dan membunuh Jenderal AH Nasution. Sang bocah yang cantik itu terkulai lemas dan bersimbah darah.

Mengenal Pahlawan Cilik Ade Irma Suryani Nasution
Keluarga Jenderal AH Nasution 

Bagaimana melukiskan Kisah si Ade Irma Irma Suryani?

Bocah kecil itu terkulai lemah dengan tubuh berdarah-darah. Ia tak berdaya tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya. Ternyata, tembakan itu telah merobek punggungnya hingga peluru menembus limpa. Setelah enam hari dirawat, bocah kecil nan lucu dan sangat cantik itu pun menghembuskan nafas terakhir.

"Papa...apa salah adek?" demikianlah kalimat yang tertulis di lukisan Ade Irma Suryani dengan latar belakang Jenderal Besar Abdul Haris Nasution di Museum Jendral AH Nasution di Jl Teuku Umar 40 Menteng.

Ade Irma Suryani tak pernah memeroleh jawaban atas pertanyaan tersebut. Ade Irma yang saat itu baru berusia 5 tahun, meninggal akibat tertembak peluru pasukan Cakrabirawa yang merangsek masuk ke dalam rumahnya untuk menangkap sang ayah.

Namun yang jadi korban adalah Ade Irma Suryani dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tendean yang diculik lalu di Lubang Buaya. AH Nasution yang selamat dalam peristiwa itu melukiskan perasaannya lewat sebaris kalimat yang tertulis di nisan Ade Irma. "Anak Saja jang tertjinta. Engkau telah mendahului gugur sebagai perisai Ajahmu"

Apa yang sebenarnya terjadi saat itu?

Yanti Nurdin Nasution, anak pertama AH Nasution, menjelaskan detik-detik mencekam tersebut. Sebagaimana dilansir laman Facebook Museum of Jenderal Besar Dr. AH. Nasution, berikut petikan kesaksiannya :

Saat itu umur saya 13 tahun, saya tidur di kamar seberang kamar ibu dan bapak Nasution, saat terjadi ribut-ribut disertai tembakan saya terbangun kemudian saya berusaha menyelamatkan diri dengan melompat jendela samping yang tingginya 2 meter, sampai tulang kaki saya patah yang saya rasakan sakitnya sampai sekarang, paha kaki saya yang kanan penuh dengan pen penyambung tulang.

Dengan menahan rasa sakit saya cari ajudan dan saya beritahu tentang tembakan di kamar bapak saya, terus saya sembunyi di kamar para ajudan. Tak berapa lama terjadi ribut-ribut di ruang jaga dan ajudan pak Nas Lettu Czi Pierre Tendean diculik.

Sampai pagi saya bersembunyi. Setelah hari menjelang pagi ibu saya mencari ayah saya sambil menggendong adik saya Ade Irma Suryani yang terluka terkena tembakan oleh pasukan Cakrabirawa. Saat itu ayah saya sudah melompat pagar Kedubes Irak bersembunyi di belakang tong untuk menyelamatkan diri dari penculikan dan pembunuhan.

Ibu saya membawa adik saya ke RSPAD untuk dioperasi untuk mengambil peluru yang bersarang di limpanya. Beberapa kali adik saya dioperasi. Saat menunggu operasi, saya terus menangis, adik saya bilang "kakak jangan menangis, adik sehat". Terus adik saya tanya ke ibu saya "kenapa ayah mau dibunuh mama"?

Adik saya dirawat beberapa hari di RSPAD, tanggal 6 oktober adik saya dipanggil Allah swt. Dalam hati saya bertanya : Kenapa PKI mau membunuh ayah saya. Apa salah ayah saya?. Puji syukur alhamdulillah ayah saya dapat menyelamatkan diri atas anjuran ibu saya, namun ajudan dan adik saya menjadi korban.

Kisahnya Berawal?

Para pasukan Cakrabirwa itu menggedor dan menendang pintu kamar tidur dengan kasar. Saat itu sang Jendral didampingi Ibu Nas telah menyelamatkan diri ke sisi rumah. Ade Irma yg terbangun diserahkan kepada adik Bu Nas yang berada di kamar sebelah. Pasukan Cakrabirawa dengan beringas menembaki pintu kamar tidur. Beberapa peluru menembus punggung si kecil Ade.

Bu Nas berlari menuju pesawat telepon untuk melaporkan kejadian di rumahnya ke Komandan Garnisun Mayjen Umar Wirahadikusumah. Namun sambungan telepon sudah diputus. Dengan berani Bu Nas menghadapi pasukan Cakrabirawa bersenapan, yang mendesak keberadaan sang jendral. Jawab Bu Nas,"Bapak tidak di rumah, beliau sudah 2 hari di Bandung.""

Sementara di ruang paviliun, sebagian pasukan Cakrabirawa lainnya menangkap Lettu Pierre Tendean, yang mereka kira adalah Jenderal AH Nasution. Setelah diculik, Pierre tewas dibunuh di Lubang Buaya."

Sementara Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

Baca Juga :

Terima kasih sudah membaca semoga apa yang kita baca hari ini bisa bermanfaat bagi kita semua, sebelum meninggalkan blogger joeshapictures sebaiknya di share dulu, apa yang kita dapat hari ini ada baiknya jika kita membagikan pengetahuan kepada orang lain. Sampai jumpa di artikel selanjutnya . . .

0 Comments